Pendidikan anak Karbitan, hati hati bunda bisa jadi anda mendidik anak menjadi anak yang karbitan. Apa
itu anak karbitan, anak karbitan adalah anak yang model pendidikannya terlalu
diporsir/digegas/dipercepat karena ingin melihatnya segera mekar dan berbuah
diusia belia. Jadi anak akan memperoleh segala kemenangan, prestasi di saat
usia mudanya, inilah yang disebut mekar dan matang diusia belia. Setelah kemarin
jalan jalan ke beberapa blok saya mendapat artikel yang sangat bagus dan
menarik tentang fakta seputar pendidikan anak yang sangat bermanfaat. Anda dapat
menerima atau juga hanya menjadikan referensi saja, semua tergantung pada
penilaian anda, silahkan simak. Artikel ini ditulis oleh Dewi Utama Faizah,
bekerja di Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, Program
Director untuk Institut Pengembangan Pendidikan Karakter divisi dari Indonesia
Heritage Foundation.
Anak-anak yang di karbit akan Menjadi cepat mekar, Cepat matang, tetapi
Cepat layu…
Pendidikan
bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya. Dimana mana orang tua
merasakan pentingnya mendidik anak melalui lembaga persekolahan yang ada.
Mereka pun berlomba untuk memberikan anak-anak mereka pelayanan pendidikan yang
baik. Taman kanak-kanak pun berdiri dengan berbagai rupa, di kota hingga ke
desa. Kursus-kursus kilat untuk anak-anak pun juga bertaburan di berbagai
tempat. Tawaran berbagai macam bentuk pendidikan ini amat beragam. Mulai dari
yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah per bulannya. Dari kursus yang dapat
membuat otak anak cerdas dan pintar berhitung, cakap berbagai bahasa, hingga
fisik kuat dan sehat melalui kegiatan menari, main musik dan berenang. Dunia pendidikan
saat ini betul-betul penuh dengan denyut kegairahan. Penuh tawaran yang
menggiurkan yang terkadang menguras isi kantung orangtua …
Captive
market! Kondisi diatas terlihat biasa saja bagi orang awam. Namun apabila kita
amati lebih cermat, dan kita baca berbagai informasi di intenet dan lileratur
yang ada tentang bagaimana pendidikan yang patut bagi anak usia dini, maka kita
akan terkejut! Saat ini hampir sebagian besar penyelenggaraan pendidikan bagi
anak-anak usia dini melakukan kesalahan. Di samping ketidakpatutan yang
dilakukan oleh orang tua akibat ketidak tahuannya!
Anak-Anak Yang Digegas…(dikarbit)
Ada
beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidakpatutan terhadap anak.
Diantaranya yang paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan intelektual
secara dini. Akibatnya bermunculanlah anak-anak ajaib dengan kepintaran
intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk menjalani akselerasi dalam
pendidikannya dengan memperoleh pengayaan kecakapan-kecakapan akademik di dalam
dan di luar sekolah. Kasus yang pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar
karbitan ini terjadi pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah New Yorker.
Terjadi pada seorang anak yang bernama William James Sidis, putra seorang
psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera masuk Harvard College
walaupun usianya masih 11 tahun. Kecerdasannya di bidang matematika begitu
mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi berbagai
media masa. Namun apa yang terjadi kemudian? James Thurber, seorang wartawan
terkemuka, pada suatu hari menemukan seorang pemulung mobil tua, yang tak lain
adalah William James Sidis. Si anak ajaib yang begitu dibanggakan dan membuat
orang banyak berdecak kagum pada beberapa waktu silam.
Kisah
lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi pada seorang
anak perempuan bernama Edith. Terjadi pada tahun 1952, di mana seorang Ibu yang
bernama Aaron Stern telah berhasil melakukan eksperimen menyiapkan lingkungan
yang sangat menstimulasi perkembangan kognitif anaknya, sejak si anak masih
berupa janin. Baru saja bayi itu lahir ibunya telah memperdengarkan suara musik
klasik di telinga sang bayi. Kemudian diajak berbicara dengan menggunakan
bahasa orang dewasa. Setiap saat sang bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan
kosa kata baru. Hasilnya sungguh mencengangkan! Di usia 1 tahun Edith telah
dapat berbicara dengan kalimat sempurna. Di usia 5 tahun Edith telah
menyelesaikan membaca ensiklopedi Britannica. Usia 9 tahun ia membaca enam buah
buku dan Koran New York Times setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk
universitas. Ketika usianya menginjak 15 tahun la menjadi guru matematika di
Michigan State University. Aaron Stem berhasil menjadikan Edith anak jenius
karena terkait dengan kapasitas otak yang sangat tak berhingga.
Namun
khabar Edith selanjutnya juga tidak terdengar lagi ketika ia dewasa. Banyak
kesuksesan yang diraih anak saat ia menjadi anak, tidak menjadi sesuatu yang
bemakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi manusia dewasa. Berbeda dengan
banyak kasus legendaris orang-orang terkenal yang berhasil mengguncang dunia
dengan penemuannya. Di saat mereka kecil mereka hanyalah anak-anak biasa yang
terkadang juga dilabel sebagai murid yang dungu.
Seperti
halnya Einstien yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas 3 SD. Dia dicap
sebagai anak bebal yang suka melamun. Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu
yakin bahwa keberhasilan anak di masa depan sangat ditentukan oleh faktor
kognitif. Otak memang memiliki kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh
karena itu banyak orangtua dan para pendidik tergoda untuk melakukan “Early
Childhood Training”. Era pemberdayaan otak mencapai masa keemasannya. Setiap
orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan anak-anak mereka menjadi
anak-anak yang super (Superkids). Kurikulum pun dikemas dengan muatan 90 %
bermuatan kognitif yang mengfungsikan belahan otak kiri. Sementara fungsi
belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10% saja. Ketidakseimbangan dalam
memfungsikan ke dua belahan otak dalam proses pendidikan di sekolah sangat
mencolok. Hal ini terjadi sekarang di mana-mana, di Indonesia.
“Early Ripe, early Rot…!”
Gejala
ketidakpatutan dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun 1990 di Amerika.
Saat orangtua dan para professional merasakan pentingnya pendidikan bagi
anak-anak semenjak usia dini. Orangtua merasa apabila mereka tidak segera
mengajarkan anak-anak mereka berhitung, membaca dan menulis sejak dini maka
mereka akan kehilangan “peluang emas” bagi anak-anak mereka selanjutnya. Mereka
memasukkan anak-anak mereka sesegera mungkin ke Taman Kanak-kanak (Pra
Sekolah). Taman Kanak-kanak pun dengan senang hati menerima anak-anak yang
masih berusia di bawah usia 4 tahun. Kepada anak-anak ini gurunya membelajarkan
membaca dan berhitung secara formal sebagai pemula.
Terjadinya
kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di Amerika sudah dirasakan saat
Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957. Mulailah “Era Headstart” merancah
dunia pendidikan. Para akademisi begitu optimis untuk membelajarkan wins dan
matematika kepada anak sebanyak dan sebisa mereka (tiada berhingga). Sementara
mereka tidak tahu banyak tentang anak, apa yang mereka butuhkan dan inginkan
sebagai anak.
Puncak
keoptimisan era Headstart diakhiri dengan pernyataan Jerome Bruner, seorang
psikolog dari Harvard University yang menulis sebuah buku terkenal “The Process
of Education” pada tahun 1990. Ia menyatakan bahwa kompetensi anak untuk
belajar sangat tidak berhingga. Inilah buku suci pendidikan yang mereformasi
kurikulum pendidikan di Amerika . “We begin with the hypothesis that any
subject can be taught effectively in some intellectually honest way to any
child at any stage of development”.
Inilah
kalimat yang merupakan hipotesis Bruner yang di salahartikan oleh banyak
pendidik, yang akhirnya menjadi bencana! Pendidikan dilaksanakan dengan cara
memaksa otak kiri anak sehingga membuat mereka cepat matang dan cepat busuk…
early ripe, early rot!
Anak-anak
menjadi tertekan. Mulai dari tingkat pra sekolah hingga usia SD. Di rumah para
orangtua kemudian juga melakukan hal yang sama, yaitu mengajarkan sedini
mungkin anak-anak mereka membaca ketika Glenn Doman menuliskan kiat-kiat
praktis membelajarkan bayi membaca.
Bencana
berikutnya datang saat Arnold Gesell memaparkan konsep “kesiapan-readiness ”
dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang mendapat banyak decakan kagum.
Ia berpendapat tentang “biological limititations on learning’. Untuk itu ia
menekankan perlunya dilakukan intervensi dini dan rangsangan inlelektual dini
kepada anak agar mereka segera siap belajar apapun.
Tekanan
yang bertubi-tubi dalam memperoleh kecakapan akademik di sekolah membuat
anak-anak menjadi cepat mekar. Anak -anak menjadi “miniature orang dewasa “.
Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga bertingkah polah sebagaimana layaknya
orang dewasa. Mereka berpakaian seperti orang dewasa, berlaku pun juga seperti
orang dewasa. Di sisi lain media pun merangsang anak untuk cepat mekar terkait
dengan musik, buku, film, televisi, dan internet. Lihatlah maraknya program
teve yang belum pantas ditonton anak anak yang ditayangkan di pagi atau pun
sore hari. Media begitu merangsang keingintahuan anak tentang dunia seputar
orang dewasa. sebagai seksual promosi yang menyesatkan. Pendek kata media telah mengembangkan bahasa, berpikir dan perilaku anak tumbuh kembang secara cepat.
Tapi
apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak? Apakah faktor emosi
dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan seperti halnya kecerdasan?
Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu dan ritmenya sendiri yang tidak
dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja anak terlihat berpenampilan sebagai
layaknya orang dewasa, tetapi perasaan mereka tidak seperti orang dewasa.
Anak-anak memang terlihat tumbuh cepat di berbagai hal tetapi tidak di semua
hal. Tumbuh mekarnya emosi sangat berbeda dengan tumbuh mekarnya kecerdasan
(intelektual) anak. Oleh karena perkembangan emosi lebih rumit dan sukar,
terkait dengan berbagai keadaan, Cobalah perhatikan, khususnya saat perilaku
anak menampilkan gaya “kedewasaan “, sementara perasaannya menangis berteriak
sebagai “anak”.
Seperti
sebuah lagu popular yang pernah dinyanyikan suara emas seorang anak laki-laki
“Heintje” di era tahun 70-an… I’m Nobody’S Child I’M NOBODY’S CHILD I’M
nobody’s child I’m nobodys child Just like a flower I’m growing wild No mommies
kisses and no daddy’s smile Nobody’s louch me I’m nobody’s child.
Dampak
berikutnya terjadi … ketika anak memasuki usia remaja. Akibat negatif lainnya
dari anak-anak karbitan terlihat ketika ia memasuki usia remaja. Mereka tidak
segan segan mempertontonkan berbagai macam perilaku yang tidak patut. Patricia
O’Brien menamakannya sebagai “The Shrinking of Childhood”. Lu belum tahu ya…
bahwa gue telah melakukan segalanya”, begitu pengakuan seorang remaja pria
berusia 12 tahun kepada teman-temannya. “Gue tahu apa itu minuman keras, drug,
dan seks ” serunya bangga.
Berbagai
kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan bagaimana pengaruh
tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai gangguan kepribadian dan emosi
pada anak. Oleh karena ketika semua menjadi cepat mekar…. kebutuhan emosi dan
sosial anak jadi tak dipedulikan! Sementara anak sendiri membutuhkan waktu
untuk tumbuh, untuk belajar dan untuk berkembang, sebuah proses dalam
kehidupannya !
Saat
ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas yang
berkarier di luar rumah tidak memiliki waktu banyak dengan anak-anak mereka.
Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia lebih mengandalkan tenaga
“baby sitter” sebagai pengasuh anak-anaknva. Colette Dowling menamakan ibu-ibu
muda kelompok ini sebagai “Cinderella Syndrome” yang senang window shopping,
ikut arisan, ke salon memanjakan diri, atau menonton telenovela atau buku
romantis. Sebagai bentuk ilusi menghindari kehidupan nyata yang mereka jalani.
Kelompok
ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di lembaga pendidikan
yang mahal, ikut berbagai kegiatan kurikuler, ikut berbagai Les, dan mengikuti
berbagai arena, seperti lomba penyanyi cilik, lomba model ini dan itu. Para
orangtua ini juga sangat bangga jika anak-anak mereka superior di segala
bidang, bukan hanya di sekolah. Sementara orangtua yang sibuk juga mewakilkan
diri mereka kepada baby sitter terhadap pengasuhan dan pendidikan anak-anak
mereka. Tidak jarang para baby sitter ini mengikuti pendidikan parenting di lembaga
pendidikan eksekutif sebagai wakil dari orang tua.
ERA SUPERKIDS
Kecenderungan
orangtua menjadikan anaknva “be special ” daripada “be average or normal”
semakin marak terlihat. Orangtua sangat ingin anak-anak mereka menjadi “to
excel to be the best”. Sebetulnya tidak ada yang salah. Namun ketika anak-anak
mereka digegas untuk mulai mengikuti berbagai kepentingan orangtua untuk
menyuruh anak mereka mengikuti beragam kegiatan, seperti kegiatan mental
aritmatik, sempoa, renang, basket, balet, tari ball, piano, biola, melukis, dan
banyak lagi lainnya…maka lahirlah anak-anak super—”SUPERKIDS’ “. Cost merawat
anak superkids ini sangat mahal.
Era
Superkids berorientasi kepada “Competent Child”. Orangtua saling berkompetisi
dalam mendidik anak karena mereka percaya “earlier is better”. Semakin dini dan
cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan ke dalam diri anak mereka,
maka itu akan semakin baik. Neil Posmant seorang sosiolog Amerika pada tahun
80-an meramalkan bahwa jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka
lihatlah… ketika anak anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi orang
dewasa yang ke kanak-kanakan!
demikian part 1 pendidikan anak yang karbitan, untuk part II nya, akan dibahas mengenai kriteria atau kelompok orang tua , ada model orang tua intelektual, ada model orangtua selebritis, model orang tua yang ideal dll simAK Di part II
0 komentar:
Post a Comment