Monday 28 February 2011

DAERAH-DAERAH INOFATIF TERBAIK DI INDONESIA

Saat ini bukan zamannya lagi kepala daerah bergaya sok birokratis. Belakangan ini terjadi pergeseran pola kepemimpinan: menjadi modern, inovatif dalam program-program pembangunan, serta probisnis dan proinvestasi. Gubernur, wali kota dan bupati bertindak layaknya CEO perusahaan dalam mengelola daerahnya. Dengan pengelolaan organisasi yang menjunjung tinggi good governance, perusahaan akan mencapai profit, sedangkan pemerintah daerah menghasilkan kebijakan publik yang memuaskan rakyat.
Berangkat dari keinginan untuk mendukung kepala-kepala daerah terbaik dalam menerapkan kepemimpinan yang modern, melakukan terobosan untuk memajukan daerahnya, serta mengeluarkan kebijakan yang probisnis dan proinvestasi, SWA melakukan pemilihan Indonesia Best Local Government Leaders. Melalui focus group discussion dengan mempertimbangkan hasil survei SWA dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah sebelumnya yang mengangkat tema Kota-kota Investasi, dipilihlah 50 kabupaten/kota terbaik. Pemilihan ini diawali dengan menginventarisasi nama semua kotamadya dan kabupaten di Indonesia yang berjumlah 483.

Setelah itu, kepala daerah dari 50 kabupaten atau kota terpilih diundang untuk mengikuti ajang pemilihan bergengsi ini. Kepada 50 kepala daerah ini panitia mengirim kuesioner yang wajib diisi materinya sebagai bahan penilaian. Nah, dari 50 kandidat itu, akhirnya yang lolos seleksi berdasarkan penjurian ada 16 bupati/wali kota.
Dewan juri pilihan panitia diminta menilai materi jawaban peserta atas kuesioner setiap daerah. Kriteria penilaian meliputi dua kelompok atribut utama, yaitu kepemimpinan (bobot 40%) serta program dan hasil kerja (60%).

Penilaian kepemimpinan mengacu pada konsep empat role leadership dari Stephen Covey, meliputi: peran sebagai perintis, penyelaras, pemberdaya dan panutan. Sementara itu, penilaian program dan hasil kerja mencakup penilaian bidang peningkatan kinerja pedagang kaki lima, pendidikan, kesehatan, pendapatan daerah, lingkungan, lapangan kerja, investasi, industri khas daerah, budaya, kesenian daerah, pariwisata, infrastruktur, transportasi, serta kerja sama yang sinergis antara eksekutif dan legislatif. Skala penilaian mengacu pada angka 0-100.

Nah, peringkat Indonesia Best Local Government Leaders diperoleh dari besaran skor total tiap kota/kabupaten yang diurutkan dari nilai terbesar hingga terkecil. Nilai total adalah penjumlahan nilai atribut kepemimpinan serta program dan hasil kerja yang telah dibobot, yaitu masing-masing 40% dan 60%.
Dari hasil penjurian tersebut terpilih 10 besar Indonesia Best Local Government Leaders. Pertama, Bupati Gorontalo Drs. David Babihoe, MM dengan total skor 81,4 (nilai leadership 32,7 serta program & result 48,7). Kedua, Bupati Jembrana Prof. Dr. drg. Gede Winasa dengan skor 81,4. Meski total skor Bupati Gorontalo dan Bupati Jembrana sama, di poin leadership Bupati Jembrana lebih kecil, yaitu 32,0, dan program & result nilainya 49,4.

Peringkat ketiga diduduki Bupati Sragen H. Untung Sarono Wiyono S., yang mengantongi skor 80,8 dengan rincian: leadership 31,4 serta program & result 49,4. Lalu, Wali Kota Yogyakarta H. Herry Zudianto di urutan ke-4 dengan skor 79,9 (leadership 30,7 dan 49,2 untuk program & result). Hasil selengkapnya dari pemilihan kepala daerah terbaik ini bisa dilihat pada Tabel.
Tim juri terdiri dari lima pakar. Mereka adalah Firmanzah, Ph.D (dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), Prof. Rhenald Kasali, Ph.D (Guru Besar Manajemen UI), Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (anggota Dewan Pertimbangan Presiden), Dr. Budi W. Soetjipto (Direktur Eksekutif IPMI Business School), dan Dr. Tanri Abeng, MBA (Komisaris Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.).
Melihat hasil penjurian, tentunya yang sangat diharapkan adalah jejak ini akan diikuti para pemimpin daerah lainnya.

David B. Akib:
Gorontalo, Kabupaten Cerdas 2015

David Bobihoe Akib adalah birokrat sejati. Sejak kuliah di Jurusan Publisistik Universitas Sam Ratulangi, Manado, tahun 1976, dia sudah menjadi PNS Pemkab Gorontalo. Setelah lulus, dia diangkat sebagai Kepala Bagian Humas Pemilu Sulawesi Utara. Lalu, menjadi Kabag Humas Pemkab Gorontalo, Kepala Dinas Pariwisata Gorontalo, Sekretaris Daerah Gorontalo hingga akhirnya terpilih sebagai Bupati Gorontalo pada 2005. Nah, kini dia menjadi bupati lagi untuk periode kedua, 2010-15.
Di awal kepemimpinannya, David bertekad membenahi sumber daya manusia (SDM). Alasannya, kebutuhan SDM tidak bisa diambil dari luar begitu saja. Maklum, ada kontrak kerja dan komitmen dengan kepala desa, yaitu harus mencapai target dalam penghapusan kemiskinan dan siswa putus sekolah serta peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
Bagi David, SDM menentukan pengembangan suatu wilayah. Kalau sumber daya alam kontribusinya cuma 1%, faktor manusia 99%. Jadi, sebesar apa pun kekayaan alamnya, jika tanpa dibarengi SDM yang berbobot, niscaya daerah itu akan sulit berkembang.

Lelaki kelahiran 30 Oktober 1955 ini mengaku optimistis terhadap kemajuan Gorontalo ke depan. Keyakinan ini dilandasi tiga faktor yang menjadi potensi utama kabupaten di Provinsi Sul-Ut tersebut. Pertama, mutu pendidikan yang baik, sehingga menjadi proyek percontohan nasional atas tingkat kelulusan SMA mencapai 88,89% dan SMP 97,25%. “Kami tidak mengadakan pendidikan gratis, tapi pendidikan yang berkualitas dan terjangkau,” dia menegaskan. Itulah sebabnya, yang menjadi perhatian utama pendidikan adalah aksesibilitas, mutu, plus tata kelola akuntabilitas. Ketiga pilar ini diharapkan mampu mewujudkan harapan Gorontalo menjadi Kabupaten Cerdas 2015.

Kedua, potensi di bidang kesehatan. Di sana ada desa sehat berbasis dasawisma, satu kelompok terdiri atas 10 keluarga, sehingga setiap 10 keluarga sudah diketahui persoalan kesehatan masing-masing. Lalu, diterapkan dokter keluarga yang intensif datang di medical center.
Ketiga, potensi peningkatan pendapatan masyarakat di sektor ekonomi. Caranya, berusaha mengelola potensi sektor pertanian seperti jagung dan beras. Dia ingin memastikan harga komoditas di tingkat petani menjadi stabil dan bagus. Untuk itu, dia mengeluarkan surat keputusan, misalnya harga jagung yang di pasaran Rp 700/kg dinaikkan menjadi Rp 1.200/kg. Bila harga pasaran di bawah itu, pemkab bertindak untuk mengambil alih melalui badan yang dibentuknya, Badan Usaha Milik Desa.
Juga, ada potensi sektor pertambangan,” kata David. Menurut pehobi membaca ini, sekarang banyak investor yang sudah masuk, dari dalam dan luar negeri, seperti Cina. Namun diakuinya, masih dalam taraf penelitan dan eksplorasi emas, bijih besi dan nikel.

Walaupun potensi daerah besar, David tidak luput dari batu sandungan. Kendala utama yang dihadapi adalah masalah pendanaan. Pihaknya berharap pada dana perimbangan dari pusat, karana PAD Gorontalo tahun 2005 hanya Rp 18 miliar. Jumlah itu mengalami penurunan sebesar Rp 12 miliar dari sebelumnya karena ada sekitar 18 peraturan daerah yang tidak mengikat supaya tidak membebani rakyat miskin. Artinya, pemkab memberikan bantuan kepada masyarakat miskin, nelayan dan petani. Kemudian, Pajak Bumi dan Bangunan yang nilainya Rp 15 ribu ke bawah juga disubsidi pemkab dengan anggaran Rp 30 juta per desa.
David adalah “CEO daerah” yang dikenal dekat dengan rakyatnya. Dia membuka SMS online 1×24 jam dengan satu nomor telepon seluler. “Nomor ponsel saya tidak dipegang ajudan dan seluruh rakyat mengetahuinya. Biasanya pejabat mempunyai dua nomor, kalau saya cuma satu nomor ponsel,” ujarnya. Kedekatan itu juga ditunjukkan dengan rumah dinas tanpa pagar pembatas. Ibarat dokter yang menerima pasien tiap hari, David juga membuka klinik layanan publik yang bebas dikunjungi.

Pola kerjanya pun informal. Jam kantornya justru lebih banyak dihabiskan di desa ketimbang di belakang meja. Biasanya dia ke kantor pagi hari dan setelah pukul 9 terjun langsung ke warga. Untuk mengundang bupati yang satu ini tidak harus melalui undangan resmi, cukup di-SMS saja, dia akan datang. Kedekatan dengan masyarakat dalam bentuk dialog, serta inspeksi masalah pertanian dan kualitas proyek di lokasi setempat. Pendeknya, dia ingin menerapkan orientasi berpikir ke bawahannya bahwa APBD itu 87% untuk rakyat dan 13% saja yang untuk aparat.

Ke depan, David berusaha mewujudkan Gorontalo sebagai Kebupaten Cerdas. Target ini dapat dicapai melalui sekolah bertaraf internasional yang segera dirintisnya, sertifikasi guru, serta peningkatan kapasitas dan kompetensi guru. Sementara dana untuk pendidikan dari APBN hanya 20%, APBD Gorontalo lebih gede lagi bujetnya: 36%. Dengan demikian, apa yang diharapkan pemkab, yaitu Gorontola menjadi Kabupaten Cerdas, bisa terwujud tahun 2015. Tidak ketinggalan pula, target desa sehat, tak ada penyakit menular, tak ada gizi buruk, tak ada ibu meninggal akibat melahirkan, mandiri dan daya saing meningkat bakal tercapai lima tahun lagi.
Eva Martha Rahayu & Moh. Husni Mubarak


I Gede Winasa:
Membangun Lewat TI

Selama 10 tahun memimpin Kabupaten Jembrana, Bali, Prof. Dr. drg. I Gede Winasa membawa banyak perubahan besar. Dengan memanfaatkan teknologi informasi, dia melakukan berbagai terobosan di bidang sumber daya manusia (SDM), kesehatan, pendidikan dan birokrasi. Hasilnya, daerah miskin itu kini menjadi lebih baik dengan pendapatan asli daerah (PAD) sekitar Rp 20 miliar.
Tahun 2000 Jembrana dikenal sebagai daerah miskin. Sumber daya alam dan objek wisatanya tidak ada yang menonjol. Dari 8 kabupaten di Bali, Jembrana adalah kabupaten penghasil PAD terkecil, Rp 2,3 miliar per tahun.

Begitu dilantik sebagai orang nomor wahid di Jembrana per 15 November 2000, Winasa tidak mengobral janji muluk. Tanpa mau menunggu pembagian Anggaran Pendapatan & Belanja Daerah (APBD), dia langsung melakukan gebrakan-gebrakan untuk menjadikan masyarakat Jembrana sehat, cerdas, sejahtera dan berbudaya. “Bekal saya hanya cinta dan keberanian,” ungkapnya. Kecintaan pada tanah kelahiran membuatnya berani pasang badan sebagai orang terdepan dalam upaya pembaruan. Dan dia mengandalkan kecanggihan TI untuk mendukung kemajuan Jembrana.

Lantas, gebrakan apa saja yang dilakukan Winasa? Pertama, membenahi birokrasi di lingkungan Pemkab Jembrana. Dia memanfaatkan TI untuk mengubah mental karyawan yang kala itu masih menolak pembaruan. Dulu karyawan terbiasa dengan tradisi masuk kantor hanya 15 hari dalam sebulan. Namun, mereka memperoleh gaji yang sama dengan pegawai yang masuk 20-25 hari. Untuk itu, dia memberlakukan standar kompetensi yang dipakai sebagai acuan evaluasi kinerja karyawan. Langkah kedua, menerapkan kebijakan efisiensi. Dinas-dinas yang sebelumnya lokasinya terpencar disatukan dalam satu area untuk menghemat biaya telepon dan transportasi serta mempermudah koordinasi.
Yang saya lakukan itu hanya berdasarkan silaturahmi untuk mengetahui apa keinginan rakyat,” ujar pria yang pernah menjadi dokter gigi di Puskemas Benculuk, Banyuwangi, Ja-Tim, ini menjelaskan alasan gebrakannya.

Untuk bidang TI, terobosan Winasa adalah penerapan konsep kantor maya (Kantaya) dan pengembangan website yang diikuti dengan layanan SMS Gateway. Setelah itu, dia mengembangkan Jimbarwana Network (J-Net) yang bisa menghubungkan kantor bupati dengan lima kantor kecamatan, 51 kantor desa, 10 kantor kelurahan hingga 240 sekolah, puskesmas, rumah sakit dan telecenter-telecenter di Jembrana yang menghabiskan dana hingga Rp 5 miliar. Perolehan dana ini disiasati secara gotong royong, yaitu setiap sekolah menyumbang Rp 30 juta, desa Rp 40 juta dan kecamatan Rp 60 juta.

Pengembangan TI Jembrana terus melaju. Berbasis TI, pemkab meluncurkan Jembrana Satu Identitas Kesehatan (J-Sidik) yang mengintegrasikan sistem informasi manajemen pemda dengan sistem jaminan kesehatan Jembrana. Juga, layanan e-ticket untuk transportasi massal dengan tarif murah, meski untuk sementara baru hanya dinikmati PNS setempat. Komputer layar sentuh yang dapat dimanfaatkan warga untuk mendapatkan informasi layanan juga dipasang di kantor pemkab. Tidak hanya itu, TI juga dimanfaatkan sekolah-sekolah di Jembrana untuk terhubung dengan program jaringan pendidikan nasional hingga untuk absensi, perpustakaan, video edukasi dan pembelian makanan di kantin sekolah. Gebrakan terbarunya: e-voting untuk pemilihan kepala dusun dan kepala desa hingga pemilihan ketua OSIS dan ketua Senat.

Winasa bangga dengan kemajuan TI di wilayahnya. “Kami memang miskin, tapi sombong,” ucapnya menggambarkan Jimbrana yang PAD-nya rendah, tetapi justru memiliki sistem TI yang mahal sebagai jalan keluar untuk membangun daerahnya dengan memberikan layanan yang efektif dan efisien. Menurutnya, di perusahaan, efisiensi dan efektif akan menghasilkan profit, sedangkan di birokrasi bakal menghasilkan peningkatan layanan publik.

Bidang kesehatan juga dibenahi Winasa. Selama ini setiap puskesmas sudah mendapat biaya operasional dan obat-obatan, tetapi masyarakat tetap harus membayar. Dana itu kini digunakan untuk asuransi masyarakat, sehingga warga dapat menikmati pengobatan gratis dari dokter dan penggunaan ambulans untuk ke RSUP Sanglah, Denpasar.

Gebrakan bidang pendidikan juga dilancarkan. Winasa melakukan re-grouping 22 SD sejak awal kepemimpinannya dan berhasil menghemat anggaran hingga Rp 3,3 miliar per tahun. Hasil penghematan itu disalurkan kembali berupa beasiswa untuk siswa SD, SMP dan SMA. Kesejahteraan guru pun diperhatikan dengan memberi insentif dan bonus serta beasiswa bagi guru yang ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Tidak hanya TK gratis yang sekarang sedang diusahakan Winasa. Program lain adalah tiap kecamatan minimal harus memiliki dua SMA. Dia juga membidani berdirinya Sekolah Tinggi Teknik Jembrana, Sekolah Tinggi Kesehatan Jembarana, Sekolah Pengatur Rawat Gigi di Denpasar dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati, Denpasar. Dengan adanya sekolah tinggi di Jembrana, Winasa berharap geliat perekonomian wilayahnya makin bagus.

Ternyata, harapan Winasa terkabul. Buktinya, ketika dia mulai menjabat, dia mewarisi PAD hanya Rp 2,3 miliar, dan sebelum habis masa jabatan pertamanya, Winasa telah berhasil mendongkrak PAD menjadi Rp 8,5 miliar. Sekarang, menjelang akhir masa jabatan keduanya pada November 2010, Jembrana berhasil mengantongi PAD Rp 20 miliar.
Sekarang kami memang masih menjadi daerah miskin, tapi daerah miskin yang miskin dengan penduduk miskin,” ujar suami Ratna Ani Lestari, yang menjabat Bupati Banyuwangi, ini dengan mantap.
Eva Martha Rahayu & Silawati


Muhammad Itoc Tochija:
Menyulap Cimahi Jadi Kota Industri Kreatif

Cimahi harus memiliki identitas yang bisa dijual.” Itulah tekad Muhammad Itoc Tochija, ketika terpilih sebagai Wali Kota Cimahi 2002-07 (periode pertama). Masalahnya, Cimahi hampir tidak memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang bisa dijual. Selain itu, Cimahi pun cuma sebuah kotamadya kecil, dengan luas wilayah hanya 40,36 km2.

Kendati begitu, pria kelahiran Bogor, 1 Maret 1951, ini melihat potensi lain: Cimahi memiliki sumber daya manusia (SDM) cukup besar, dengan jumlah penduduk mencapai 62 ribu orang. “Jumlah penduduk yang besar ini menjadi aset penting Kota Cimahi,” kata Itoc yakin. Maka, diputuskanlah target identitas tersebut: menjadikan Cimahi sebagai kota industri kreatif.

Menurut Itoc, minimnya SDA dan terbatasnya lahan yang dimiliki Cimahi membuatnya harus mengembangkan sumber daya lain yang dimiliki untuk pengembangan kotanya ke depan. “Kebetulan komposisi penduduk Kota Cimahi didominasi usia produktif, sehingga pembangunan berbasis SDM untuk mewujudkan Cimahi sebagai kota industri kreatif sangat mungkin dilakukan. Inilah yang harus menjadi kekuatan Cimahi,” ujarnya menandaskan.

Nah, bermodal SDM yang besar dan pendapatan anggaran daerah (PAD) yang hanya sebesar Rp 3 miliar, Itoc mulai membangun Cimahi. Langkah awal yang dilakukannya adalah pembenahan di bidang sosial dan politik, dengan merangkul lembaga swadaya masyarakat dan tokoh masyarakat dari berbagai kalangan. “Ketika itu, saya minta kepada mereka untuk membangun Cimahi bersama. Karenanya, motonya adalah: Saluyu Ngawangun Jatimandiri. Jadi, kebersamaan ini menjadi modal awal untuk membangun,” katanya.

Selanjutnya, Itoc menata dan memperbaiki bidang pendidikan dan kesehatan. Antara lain, memperbaiki dan membangun puskesmas agar menjadi tempat layanan kesehatan yang ideal dan layak bagi masyarakat. Begitu pula, gedung-gedung SD dibangun ulang dan digabungkan sehingga terintegrasi mulai dari TK hingga SMA. Pemkot di bawah kepemimpinannya kemudian juga membangun infrastruktur jalan dan permukiman di kawasan kumuh dan miskin. “Saat ini Indeks Pembangunan Manusia Cimahi di bidang kesehatan sudah masuk rata-rata Jawa Barat, bahkan pendidikan sudah di atas rata-rata,” katanya bangga. “Tapi, yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah daya beli masyarakat Cimahi masih di bawah rata-rata,” ungkapnya lagi.

Menurut Itoc, tingkat daya beli masyarakat ini terkait dengan kondisi ekonomi suatu daerah. Nah, untuk membangun ekonomi Cimahi ini ada tiga program yang ditempuhnya. Pertama, menarik investor masuk ke Cimahi. Sebagai daya tarik bagi investor, ia menawarkan berbagai insentif dan kemudahan. Antara lain, kemudahan dan percepatan dalam proses perizinan. Untuk itu, dibuat pelayanan terpadu satu atap. Sebelumnya butuh waktu hingga tiga bulan untuk memproses perizinan, sedangkan kini bisa selesai dalam 14 hari.

Diakui Itoc, sebelumnya pihaknya mengharapkan masuknya para pemodal besar. Ternyata yang masuk kebanyakan investor domestik yang relatif kecil-kecil. Namun, ia mengklaim, ternyata pertumbuhannya justru signifikan. Setiap tahun penambahan investasinya rata-rata 3%. Saat ini, walau terjadi penurunan, sektor industri masih mendominasi, dengan kontribusi sekitar 64% terhadap ekonomi Cimahi. Adapun sektor jasa dan pedagangan mulai naik.

Program kedua, menata sosial-ekonomi masyarakat. Antara lain, membangun rumah susun (rusun) sewa yang nantinya dibuat sebagai rumah singgah. Saat ini, di Cimahi sudah ada 8 rusun sewa.
Program ketiga, memberdayakan potensi SDM, misalnya lewat pembinaan keterampilan kreatif di sekolah-sekolah. Salah satu contoh hasilnya, SMK 1 Cimahi mampu mengembangkan produk laptop made in Cimahi. Selain itu, saat ini Cimahi telah menjadi basis ponsel lokal merek Lotus, yang diproduksi PT Santosa. “Ini yang lebih mendorong kami bersemangat menjadikan Cimahi sebagai kota industri kreatif,” ujar Itoc bersemangat.

Industri kreatif yang dicanangkan Itoc mencakup kreativitas di bidang kuliner dan teknologi informasi (hardware, animasi dan film). Karenanya, Pemkot Cimahi telah melakukan beberapa langkah untuk mengoptimalkan peran industri kreatif tersebut dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya. Langkah pertama, membuka Rumah Desain Kemasan Cimahi. Rumah desain ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas usaha kecil-menengah dengan teknik pengemasan yang disukai pasar.
Selain itu, Pemkot Cimahi juga telah mencanangkan ambisi untuk menjadikan Cimahi sebagai pusat industri animasi, film dan industri kreatif berbasis TI. Ini diwujudkan dengan pembangunan Gedung Baros Cimahi Cyber City (C-3). Gedung berlantai 6 yang dibangun di atas lahan seluas 1.000 m2 itu menelan investasi Rp 10 miliar lebih. Gedung C-3 ini nantinya menjadi pusat inkubator bagi para pelaku industri kreatif, sebagai pusat riset TI dan pusat ekshibisi produk TI (seperti komputer dan ponsel). Menurut Itoc, Gedung C-3 ini akan mewadahi komunitas keahlian di bidang TI, sekaligus menjadi katalisator bagi pertumbuhan industri kreatif, khususnya yang berbasis TI. “Industri kreatif ini kami fasilitasi dengan membuat komunitas yang disebut Cimahi Creativity Association,” ungkapnya.

Terlepas dari persoalan masih rendahnya daya beli masyarakat, kini Cimahi sedang beranjak menjadi kota kreatif yang dijadikan percontohan oleh banyak daerah lain. Tak hanya itu, Itoc juga telah mengembangkan Cimahi sebagai daerah yang memiliki kemampuan kreatif dengan pendapatan yang terus meningkat. Pada awal kepemimpinannya, Itoc hanya memiliki PAD Rp 3 miliar, sedangkan pada akhir periode pertama jabatannya (2007) PAD-nya meningkat menjadi Rp 50 miliar. Pada 2009, PAD-nya tumbuh lagi menjadi Rp 73 miliar. “Ke depan, Cimahi harus bisa berbagi dan menjadi contoh buat daerah lain, terutama dalam hal kreativitas. Itulah ambisi saya,” demikian tekad bapak empat anak yang sedang menempuh program doktoral ini. (*)

Tiga Program Utama Pemkot Cimahi:
  1. Menarik investor agar menanamkan modalnya di Cimahi
  2. Menata aspek sosial-ekonomi masyarakat
  3. Memberdayakan potensi SDM lokal
Langkah Pemkot Cimahi Mengembangkan Industri Kreatif:
  1. Membuka Rumah Desain Kemasan Cimahi
  2. Membangun Gedung Baros Cimahi Cyber City (C-3)
  3. Membangun komunitas Cimahi Creativity Association

    SUMBER : SWA.CO.ID


     
    AYO KITA TIRU SEMANGAT KREATIF PARA PEMIMPIN-PEMIMPIN INI, MEREKALAH LEADER2 YANG BENAR-BENAR MEMENTINGKAN KEPENTINGAN RAKYATNYA.
    MAJU TERUS INDONESIA...... AYO DAERAH YANG LAIN... IKUTI JEJAK MEREKA KEMBANGKAN IDE-IDE KREATIF YANG LAIN AGAR MAJAN ASIA KEMBALI BERTARING............... 

    TAG : DAERAH TERBAIK DI INDONESIA 2010
    DAERAH TERINOFATIF SEINDONESIA
    DAERAH MAJU DIINDONESIA
    DAERAH TERBAIK 2010 DI INDONESIA


    Lihat juga :
     

DAERAH-DAERAH INOFATIF TERBAIK DI INDONESIA Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Post a Comment