Anak adalah amanah besar dari Allah SWT untuk diberikan bimbingan, arahan dan didikan oleh para orang tuanya.. Melalaikan pendidikan anak atau melakukan penyelewengan pendidikan anak dari manhaj yang telah ditentukan, berarti telah mengkhianati amanah yang diberikan Allah tersebut.
Sejak usia dini, anak memiliki potensi yang sangat besar. Menurut Prof. Dr. Utami Munandar, seorang pakar kreativitas Indonesia, kapasitas otak anak pada usia 6 bulan sudah mencapai sekitar 50 % dari keseluruhan potensi orang dewasa. Otak seorang anak ternyata sangat luar biasa. Pada masa ini, anak mengalami perkembangan intelektual otak yang sangat cepat.
Berdasarkan penelitian tiga pakar pendidikan anak dari Amerika, yakni Dr. Keith Osborn, Dr. Burton L. White, dan Prof. Dr. Benyamin S. Bloom, tingkat intelektual otak mengalami perkembangan sebagai berikut :
50% 30% 20%
Lahir 4 th 8 th 18 th
Tingkat perkembangan intelektual otak anak, sejak lahir sampai usia 4 tahun mencapai 50%. Oleh karena itu, pada masa empat tahun pertama ini sering disebut juga sebagai Golden Age (Masa Keemasan), karena si anak mampu menyerap dengan cepat setiap rangsangan yang masuk. Si anak akan mampu menghafal banyak sekali informasi, seperti perbendaharaan kata, nada, bunyi-bunyian, dsb. Hingga usia 8 tahun, anak telah memiliki tingkat intelektual otak sekitar 80 %. Perkembangan intelektual otak ini relatif berhenti dan mencapai kesempurnaannya (100%) pada usia 18 tahun. Jadi setelah usia 18 tahun, intelektualitas otak tidal lagi mengalami perkembangan.
Oleh karena itu, jika para orang tua menyia-nyiakan kesempatan emas (Golden Age) pada masa kanak-kanak, berarti mereka telah kehilangan satu momen yang sangat baik untuk memberikan landasan bagi pendidikan anak selanjutnya. Salah satu kebiasaan buruk para orang tua adalah menenggelamkan si anak dalam buaian mereka pada usia 3 – 6 tahun, sehingga sebagian besar anak kehilangan kesempatan untuk mengasah potensi.
Pendidikan orang tua terhadap anak akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kreativitas anak. Anak yang memiliki bakat tertentu, jika tidak diberikan rangsangan-rangsangan atau motivasi dari orang tua dan lingkungannya, tidak akan mampu memelihara, apalagi mengembangkan bakatnya.
Berdasarkan sebuah penelitian, di sekolah ditemukan kurang lebih 40 % anak berbakat tidak mampu berprestasi setara dengan kapasitas yang sebenarnya dimiliki (Achir,1990). Akibatnya, sekalipun berkemampuan tinggi, banyak anak berbakat tergolong kurang berprestasi.
Untuk memberikan motivasi kepada anak berbakat, orang tua atau pendidik perlu melakukan penelaahan agar dapat mengenali ciri-ciri, kebutuhan dan kecenderungan si anak yang relatif berbeda dengan anak biasa. Setelah hal-hal tersebut diketahui, orang tua atau pendidik akan lebih mudah untuk menciptakan susana yang cocok bagi perkembangan bakat si anak.
Menurut Renzulli, keberbakatan meliputi tiga cluster ciri, yaitu kemampuan umum yang tergolong di atas rata-rata (above average ability), kreativitas yang kaya (creativity), dan pengikatan diri terhadap tugas (task commitment).
Seorang anak berbakat biasanya mudah dikenali, karena berbeda dan memiliki kelebihan dibanding dengan anak-anak sebayanya. Anak yang memiliki kreativitas tinggi biasanya memiliki ciri-ciri : punya rasa ingin tahu yang besar, aktif dan giat bertanya serta tanggap terhadap suatu pertanyaan, selalu ingin meneliti sesuatu, cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan, berdedikasi yang tinggi dan aktif dalam menjalankan tugas, mempunyai daya imajinasi dan abstraksi yang baik, memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan mandiri, dll.
Seorang berbakat, menurut Dr. Yaumil Agoes Achir, selain memiliki keunggulan intelektif juga memiliki keunggulan non intelektif. Pendekatan terhadap mereka yang berbakat yang terbatas pada intelektual belaka akan mengganggu keseimbangan perkembangannya. Kecerdasan emosional juga turut menentukan keberhasilan bakat seorang anak.
Keluarga adalah lingkungan yang paling banyak mempengaruhi kondisi psikologis dan spiritual anak. Di Jepang, misalnya, karena Jepang sangat memperhatikan pengembangan kreativitas anak melalui kebebasan dan pemupukan kepercayaan diri, kebangkitan kreativitas anak-anak di Jepang mengungguli anak-anak di Amerika dan Eropa (Awwad, 1995).
Menurut Prof. Dr. Utami Munandar, kondisi yang menunjang perkembangan kreativitas dan penuntun umum untuk mengembangkan kreativitas anak didik. Strategi yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas adalah 4 P, yaitu dilihat dari segi Pribadi, Pendorong, Proses dan Produk.
Kreativitas ditinjau dari segi pribadi menunjuk pada potensi atau daya kreatif yang ada pada setiap pribadi, anak maupun orang dewasa. Pada dasarnya, setiap orang memiliki bakat kreatif dengan derajat dan bidang yang berbeda-beda. Untuk dapat mengembangkan kreativitas anak atau kreativitas diri sendiri, pertama-tama kita perlu mengenal bakat kreatif pada anak (atau pada diri sendiri), menghargainya dan memberi kesempatan serta dorongan untuk mewujudkannya.
Agar kreativitas dapat berkembang memerlukan dorongan atau pendorong dari dalam sendiri dan dari luar. Pendorong yang datangnya dari diri sendiri, berupa haasrat dan motivasi yang kuat untuk berkreasi, sedangkan yang dari luar misalnya keluarga, sekolah dan lingkungan.
Sedangkan kreativitas sebagai suatu proses, dapat dirumuskan sebagai suatu bentuk pemikiran dimana individu berusaha menemukan hubungan-hubungan yang baru untuk mendapatkan jawaban, metode atau cara-cara baru dalam menghadapi suatu masalah. Pada anak yang masih dalam proses pertumbuhan, kreativitas hendaknya mendapat perhatian dan jangan terlalu cepat mengharapkan “produk kreativitas” yang bermakna atau bermanfaat.
Hal yang lebih penting adalah menumbuhkan sikap senang dan berminat untuk bersibuk diri secara kreatif. Anak perlu berkreasi sekaligus berekreasi. Faktor bermain adalah penting dalam mengembangkan kreativitas, bahkan tidak hanya pada anak.
Suatu penelitian di Jakarta tentang sikap orang tua dalam pendidikan anak menyimpulkan bahwa orang tua kurang menghargai perkembangan dari ciri-ciri inisiatif, kemandirian dan kebebasan yang erat hubungannya dengan pengembangan kreativitas dan lebih mementingakan ciri-ciri kerajinan, disiplin dan kepatuhan.
Menghadapi anak yang berbakat dan kreatif, orang tua atau guru perlu mencari cara perlakuan yang khusus. Keunggulan seseorang tidak lahir secara tiba-tiba. Hal itu akan muncul pada anak yang memiliki daya imajinasi yang luas dan itu berjalan seiring dengan perkembangan fisik dan usia anak. Menurut Jaudah Muhammad Awwad, dalam bukunya Mendidik Anak secara Islam, kreativitas akan lebih jelas terlihat pada anak usia 9-12 tahun. Anak usia itu mulai mampu memahami siapa dirinya dan pandai menyikapi permasalahan di sekelilingnya. Dia akan senantiasa mencari pemecahan atas berbagai masalah yang dihadapinya.
Setelah kita mengetahui bagaimana potensi dan kemampuan intelektual otak anak, tentunya kita tinggal menyiapkan piranti lunak (soft ware) -nya berupa materi untuk mengisi sel-sel syaraf otak yang jumlahnya satu trilyun sel. Sejak dini anak harus diarahkan dan dididik agar dapat menjadi insan yang shaleh, berilmu dan bertakwa. Hal ini merupakan perwujudan pertanggungjawaban orang tua terhadap Khaliknya.
Jika anak memperlihatkan potensi kuat dalam hapalan, maka anak dapat dibimbing untuk menghapal ayat-ayat Al Qur’an atau kisah-kisah para pejuang Islam. Tidak sedikit anak-anak muslim usia antara 4 – 12 tahun yang hapal seluruh Al Qur’an. Hal ini menunjukkan bila potensi anak digali dan dikembangkan, maka akan membuahkan hasil yang menakjubkan. Jika anak memiliki potensi dan bakat di bidang tertentu, bisa diberikan arahan sesuai dengan bidangnya tersebut, dengan catatan diarahkannya kepada hal-hal yang baik dan benar serta bermanfaat, sehingga di masa yang akan datang akan terwujud generasi umat yang islami sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan As Sunnah.
0 komentar:
Post a Comment